Entahlah bayang-bayang kejadian 63 hari yang lalu masih selalu saja melekat erat di pikiran.
Ada sesak yang mendiami sudut hati, suara ku tercekat, ingin berteriak tapi entah pada siapa akan ku tunjukkan.
Aku berjalan di rel yang sebenarnya tak ingin dibangun begini, bukan jalan ini yang ku mau. Tapi 63 hari yang lalu berhasil mengubah semua rute perjalanan dan membuatnya terasa kian lambat saja sampai tujuan. Tujuan yang ku beri nama "meletakkan cerita".
63 hari yang lalu satu janji terucap, janji yang terucap tanpa pikir panjang disela rengekan agar kata "cerai" tak menjadi akhir segala cerita yang tak ingin berakhir. Ada dorongan kuat saat itu tuk mempertahankan bahtera ini sampai ke tujuannya, ketidakikhlasan melepas menjadi alasan kuat tuk tetap bertahan dengan segala daya upaya.
Aku seperti bukan aku pada hari itu, aku seperti orang asing dengan diri ku sendiri, seumur menjalani kehidupan pantang bagi ku merengek separah itu, memohon dan meminta seperti itu, tapi hari itu aku lupa, lupa segalanya dan ketika teringat aku tersadar bahwa yang aku lakukan mungkin sebuah kesalahan.
Iyah, kesalahan yang kini selalu menghantui tiap gerak kaki, kesalahan yang selalu bikin nyeri di hati, terkadang terlintas keinginan untuk pergi, melepaskan dan meninggalkan semuanya, membawa pergi semua luka dan menyembuhkannya sendiri, tanpa siapapun disisi.
Tapi ini adalah pilihan yang telah di ambil. Tiap pilihan adalah sebuah keputusan. Dan selalu ada resiko di setiap keputusan.
Mungkin inilah resikonya, sebuah rasa yang entah apa namanya.
Ada kekuatan yang menghalanginya untuk kembali seperti semula.
Ibarat kaca yg terjatuh dilantai kemudian ia pecah meski diperbaiki tak kan mampu mengembalikan kaca itu kepada keadaan semula, ada retak-retakan yang nampak disana.
Nampaknya begitu pula dengan hati, ibarat kaca saat ini ia masih retak, remuk karena satu kejadian, kejadian di 63 hari yang lalu.
Sakit yang mendiami tubuh memiliki efek menghapus memori ingatan. Terkadang aku berpikir "kenapa ia tak hapus saja kejadian 63 hari yang lalu agar tak ada sekat antara aku dengan jalan yang dipilih, keputusan yg telah diambil, resiko yang harus di tanggung".
Mungkinkah ini ujian lagi, ujian tentang amanah, ujian tentang ukhuwah, ujian tentang cinta dan persaudaraan. Atau ini sebuah pertanda dari-Nya agar aku siap sedia dengan kemungkinan terburuk di masa nanti, masa yang entah kapan terjadinya.
Pilihan sudah diambil
Keputusan telah ditentukan
Sekarang saatnya menjalankan, biarkah saja ia berjalan di rel yang tak pernah diimpikan, biar ia berjalan di rel yang tak pernah diharapkan agar disaatnya nanti tak ada kata "berat" ketika waktunya meletakkan cerita, agar tak ada bayang masa lalu yang menghambat masa depan, agar "cinta pertama" tetap menjadi yang utama berada di sudut terdalam, menempati tempat spesial disana, karena yang pertama selalu dan akan terus menjadi yang terbaik dan tak tergantikan.
Terkadang kita hanya butuh satu kejadian untuk memutuskan sesuatu apapun itu.
Berjalan atau berhenti
Maju atau mundur
Menggenggam atau melepaskan
Menguatkan atau melemahkan
Mengingat atau melupakan
Apapun itu semoga semua keputusan bermuara pada satu tujuan.
Apalagi kalo bukan ridho-Nya.
Dan malam terima kasih telah mendengarkan cerita ku, membersamai ku menuangkan segala gundah yang menyesakkan dada.
Semoga setelah ini ada semangat baru yang hadir esok hari, mengembalikan cerita ke rel yang sudah seharusnya berjalan, pun jika tidak bisa biarkan ini menjadi cerita yang entah kapan akan sampai kepada dia sang inspirasi tiap kata dan kalimat yang telah dituangkan.
Palembang Darusalam
08 Juni 2019
Mengingat cerita